Laman

Rabu, 22 September 2010

KANTUNG SEMAR (Nepenthes sp) TANAMAN DILINDUNGI YANG TERANCAM PUNAH

 Nepenthes gracilis asal Pulau Singkep yang Terancam Punah Karena Habitatnya akan dijadikan Kawasan Pertambangan



Genus Nepenthes (Kantong semar, bahasa Inggris: Tropical pitcher plant), yang termasuk dalam familia monotipik, terdiri dari 80-100 spesies, baik yang alami maupun hibrida. Genus ini merupakan tumbuhan karnivora di kawasan tropis Dunia Lama, kini meliputi negara Indonesia (55 spesies, 85%), Republik Rakyat Cina bagian selatan, Malaysia, Filipina, Madagaskar, Seychelles, Australia, Kaledonia Baru, India, dan Sri Lanka. Habitat dengan spesies terbanyak ialah di pulau Borneo dan Sumatra.

Tumbuhan ini dapat mencapai tinggi 15-20 m dengan cara memanjat tanaman lainnya. Pada ujung daun terdapat sulur yang dapat termodifikasi membentuk kantong, yaitu alat perangkap yang digunakan untuk memakan mangsanya (misalnya serangga, pacet, anak kodok) yang masuk ke dalam.

KANTONG SEMAR (Nepenthes sp.) DI HUTAN SUMATERA, TANAMAN UNIK YANG SEMAKIN LANGKA1)

Sumatera merupakan wilayah terbesar kedua dari penyebaran Nepenthes sp. setelah Kalimantan. Saat ini hanya beberapa jenis alami saja dari Nepenthes sp. yang ada di Sumatera yang telah teridentifikasi seperti: N. adnata, N. albomarginata, N. ampullaria, N. angasanensis, N. aristolochioides, N. bongso, N. gracilis, N. diata, N. dubia, N. custachia, N. inermis, N. jacavelineae, N. mirabilis, N. pactinata, N. raflesiana, N. reinwardtiana, N. spathulata, N. sumatrana, N. tobaica dan masih ada beberapa jenis lagi yang merupakan silangan alami. Habitat alami dari jenis Nepenthes sp. di Sumatera setiap tahunnya semakin terancam, baik oleh pembalakan liar, kebakaran hutan maupun konversi lahan hutan. Upaya penyelamatan dari ancaman kepunahan dilakukan melalui usaha konservasi, baik secara in-situ maupun ex-situ dengan mekanisme budidaya dan pemuliaan. 

Kata kunci : Nepenthes sp., Sumatera, konservasi

Nepenthes sp. merupakan tanaman unik dari hutan yang belakangan menjadi trend sebagai tanaman khas komersil di Indonesia. Di Sumatera sendiri, trend ini mulai berlangsung sejak tahun lalu dan semakin marak saat ini, karena bentuknya yang unik, sehingga tanaman ini mulai diperjualbelikan oleh masyarakat. Namun, kebanyakan yang diperjualbelikan khususnya di Sumatera masih merupakan Nepenthes sp. yang diambil langsung dari alam, bukan dari hasil penangkaran atau budidaya.

Hal tersebut sangatlah memprihatinkan mengingat habitat asli mereka terancam oleh kebakaran, pembalakan, pembukaan lahan, dan konversi lahan. Hutan Indonesia selama periode 1997-2000 mengalami laju pengurangan mencapai angka sekitar 2,84 juta ha/tahun atau sekitar 8,5 juta ha selama tiga tahun. Rekalkulasi penutupan lahan di Indonesia pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan menunjukkan adanya peningkatan persentase penutupan lahan berhutan di Indonesia, tetapi penutupan tersebut tidak terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Anonimus, 2005). Artinya, lahan berhutan di Pulau Sumatera mengalami penurunan setiap tahunnya. Tentu saja kondisi hutan yang seperti ini turut mengancam keberadaan flora dan fauna yang ada di dalamnya.
Eksploitasi Nepenthes sp. dari alam untuk kepentingan ekonomi semata serta degradasi hutan yang mengancam habitat alami dari Nepenthes sp. memperburuk keberadaannya di alam. Oleh karena itu dirasa perlu diadakan kajian konservasi dari Nepenthes sp. khususnya di hutan Sumatera, baik penyebaran, morfologi, variasi jenis, habitat alami, pemanfaatan bahkan sampai pada ancaman terhadap populasinya serta strategi konservasi yang dapat diupayakan. Studi serta kajian keanekaragaman jenis Nepenthes sp. di Sumatera masih dirasa kurang bila dibandingkan dengan jenis vegetasi hutan lainnya. Tulisan ini bermaksud untuk memberikan informasi mengenai kondisi Nepenthes sp. atau yang lebih dikenal dengan sebutan kantong semar khususnya di wilayah Sumatera, mengingat potensi ekonominya yang tinggi, namun upaya konservasinya kurang mendapat perhatian.

SEKELUMIT TENTANG KANTONG SEMAR (Nepenthes sp.)

Kantong semar atau dalam nama latinnya Nepenthes sp. pertama kali dikenalkan oleh J.P Breyne pada tahun 1689. Di Indonesia, sebutan untuk tumbuhan ini berbeda antara daerah satu dengan yang lain. Masyarakat di Riau mengenal tanaman ini dengan sebutan periuk monyet, di Jambi disebut dengan kantong beruk, di Bangka disebut dengan ketakung, sedangkan nama sorok raja mantri disematkan oleh masyarakat di Jawa Barat pada tanaman unik ini. Sementara di Kalimantan setiap suku memiliki istilah sendiri untuk menyebut Nepenthes sp. Suku Dayak Katingan menyebutnya sebagai ketupat napu, suku Dayak Bakumpai dengan telep ujung, sedangkan suku Dayak Tunjung menyebutnya dengan selo bengongong yang artinya sarang serangga (Mansur, 2006).

Sampai dengan saat ini tercatat terdapat 103 jenis kantong semar yang sudah dipublikasikan (Firstantinovi dan Karjono, 2006). Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena memangsa serangga. Kemampuannya itu disebabkan oleh adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Organ itu disebut pitcher atau kantong. Kemampuannya yang unik dan asalnyayang dari negara tropis itu menjadikan kantong semar sebagai tanaman hias pilihan yang eksotis di Jepang, Eropa, Amerika dan Australia. Sayangnya, di negaranya sendiri justru tak banyak yang mengenal dan memanfaatkannya (Witarto, 2006).

Selain kemampuannya dalam menjebak serangga, keunikan lain dari tanaman ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Secara keseluruhan, tumbuhan ini memiliki lima bentuk kantong, yaitu bentuk tempayan, bulat telur/oval, silinder, corong, dan pinggang.

Penyebaran

Kantong semar tumbuh dan tersebar mulai dari Australia bagian utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian Selatan. Indonesia sendiri memiliki Pulau Kalimantan dan Sumatera sebagai surga habitat tanaman ini. Dari 64 jenis yang hidup di Indonesia, 32 jenis diketahui terdapat di Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunei) sebagai pusat penyebaran kantong semar. Pulau Sumatera menempati urutan kedua dengan 29 jenis yang sudah berhasil diidentifikasi.

Keragaman jenis kantong semar di pulau lainnya belum diketahui secara pasti. Namun berdasarkan hasil penelusuran spesimen herbarium di Herbarium Bogoriense, Bogor, ditemukan bahwa di Sulawesi minimum sepuluh jenis, Papua sembilan jenis, Maluku empat jenis, dan Jawa dua jenis (Mansur, 2006).

Habitat

Kantong semar hidup di tempat-tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi. Tanaman ini bisa hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Berdasarkanketinggian tempat tumbuhnya, kantong semar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
kantong semar dataran rendah, menengah, dan dataran tinggi.

Karakter dan sifat kantong semar berbeda pada tiap habitat. Beberapa jenis kantong semar yang hidup di habitat hutan hujan tropik dataran rendah dan hutan pegunungan bersifat epifit, yaitu menempel pada batang atau cabang pohon lain. Pada habitat yang cukup ekstrim seperti di hutan kerangas yang suhunya bisa mencapai 30ยบ C pada siang hari, kantong semar beradaptasi dengan daun yang tebal untuk menekan penguapan air dari daun. Sementara kantong semar di daerah savana umumnya hidup terestrial, tumbuh tegak dan memiliki panjang batang kurang dari 2 m.

Status Perlindungan

Status tanaman kantong semar termasuk tanaman yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Hal ini sejalan dengan regulasi Convention on International Trade in Endangered Species (CITES), dari 103 spesies kantong semar di dunia yang sudah dipublikasikan, 2 jenis: N. rajah dan N. khasiana masuk dalam kategori Appendix-1. Sisanya berada dalam kategori Appendix-2. Itu berarti segala bentuk kegiatan perdagangan sangat dibatasi.  

Potensi

Kantong semar memang belum sepopuler tanaman hias lainnya seperti anggrek, dan aglaonema. Namun, saat ini kepopuleran kantong semar sebagai tanaman hias yang unik semakin meningkat seiring dengan minat masyarakat pecinta tanaman hias untuk menangkarkannya. Nama tanaman dari famili Nepenthaceae ini sudah terkenal hingga ke mancanegara. Bahkan di negaranegara seperti Australia, Eropa, Amerika, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Sri Lanka budidaya tanaman ini sudah berkembang menjadi skala industri. Ironisnya, tanamanan pemakan serangga ini kebanyakan jenisnya berasal dari Indonesia. 

Selain berpotensi sebagai tanaman hias, kantong semar juga dapat digunakan sebagai obat tradisional (Mansur, 2006). Sementara itu, kandungan protein di dalam kantongnya berpotensi untuk pengembangan bertani protein menggunakan tanaman endemik Indonesia (Witarto, 2006). Dalam penelitiannya baru-baru ini, Witarto (2006), berhasil mengisolasi protein dalam cairan kantong atas dan kantong bawah dari N. gymnamphora dari Taman Nasional Gunung Halimun. Dari masing-masing 800 ml cairan yang dikumpulkan dari kantong, dapat dimurnikan protein sebanyak 1 ml. Uji aktivitas terhadap protein yang telah dimurnikan menunjukkan bahwa protein itu adalah enzim protease yang kemungkinan besar adalah Nepenthesin I dan Nepenthesin II.

Nepenthes sp. DI SUMATERA

Sumatera merupakan urutan kedua setelah Kalimantan sebagai tempat penyebaran spesies, tapi dari segi jumlah populasi Sumatera dapat mengimbangi Kalimantan. Dari jenis-jenis yang sudah ditemukan di Sumatera, 12 di antaranya masih dalam proses identifikasi  Anonimus, 2006). Semua jenis Nepenthes sp. yang ada di Sumatera tersebar dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi.

Kantong semar (Nepenthes sp.) di Sumatera memiliki beberapa sebutan seperti periuk monyet di Riau, kantong beruk di Jambi, dan Ketakung atau calong beruk di Bangka. Bahkan di Gunung Kerinci (Sumatera Barat) ada sebutan terompet gunung untuk jenis Nepenthes aristolochioides. Pada awalnya, Nepenthes sp. di Sumatera sangat mudah ditemukan di hampir seluruh tipe hutan dan tersebar hampir merata di setiap provinsi, kecuali untuk jenis endemik tertentu. Akan tetapi, sekarang sudah mulai sulit dijumpai, kecuali di daerah tertentu.

Nepenthes gracilis, salah satu jenis nepenthes yang ditemukan di Hutan
Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan
(Sumber foto : Adi)


Berikut ini adalah jenis-jenis Nepenthes sp. di Sumatera yang telah teridentifikasi (Mansur, 2006), baik spesies alami maupun jenis silang alaminya :

1.  Nepenthes adnata Tamin dan M. Hotta ex Schlauer
     Silang alami : Belum diketahui
     Habitat        : Hutan dataran rendah (600-1.100 m dpl)
     Status          : Kritis
     Saat ini penyebaranya baru diketahui hanya di Sumatera Barat. Hidup di tempat-tempat terlindung
     dengan kelembaban cukup tinggi pada substrat lumut dan berbatu pasir. Jenis ini memiliki kemiripan
     dengan N. tentaculata.

2.  Nepenthes albomarginata T.Lobb ex Lindl
     Varietas       : villosa, typica, tomentolla dan cubra
     Silang alami : dengan N. ampullaria, N. clipeata, N. hirsuta, N. northiana, N. reinwardtiana,
                           N. vietchii, N. custadhya
     Habitat        : Hutan kerangas dataran rendah, puncak bukit dengan ve-getasi terbuka di tanah kapur
                           atau tanah berpasir. Tersebar
                           pada ketinggian 0-1.100 m dpl.
     Status          : Terkikis

3.  Nepenthes ampullaria Jack
     Varietas       : geelvinkeana, microsepala dan racemosa
     Silang alami : dengan N. albomarginata, N. bicalcarata, N. gracilis, N. rafflesiana, N. hirsuta,
                           N. mirabilis, N. reinwardtiana dan N.tobaica.
     Habitat        : Hutan kerangas, hutan rawa gambut, hutan rawa, pinggir sungai, sawah, dan
                           semak belukar. 
                           Umumnya hidup di tempat-tempat terbuka, lapangan luas, tanah-tanah basah.
                           Jenis ini tersebar pada ketinggian  0-1.100 m dpl.
     Status           : Terkikis

4.  Nepenthes angasanensis Maulder, D. Schula, B. Salman dan B. Quinn
     Silang alami : dengan N. densiflora
     Habitat        : Terestrial atau efifit di hutan lumut (2.200-2.800 m dpl)
     Status          : Rawan

5.  Nepenthes aristolochioides Jebb dan Cheak
     Silang alami : dengan N. singalana
     Habitat        : Terestrial atau efifit di hutan lumut pada punggung-pung-gung bukit yang terjal
                            pada ketinggian 2.000-2.500 m dpl.
     Status          : Kritis
     Jenis ini merupakan jenis endemik di Jambi

6.  Nepenthes bongso Korth
     Silang alami : dengan N. singalana dan N. talangensis
     Habitat        : Hutan dataran rendah dan dataran tinggi (1.000-2.700 m dpl)
     Status          : Terkikis
     Jenis ini ditemukan di Jambi, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Umum-nya hidup sebagai
     efifit di hutan pegunungan dataran rendah yang berlumut. Kata bongso diambil dari nama kawah
     bongso Gunung Merapi (tempat pertama kali jenis ini dikoleksi oleh Korthals).

7.  Nepenthes diata Jebb dan Cheek
     Silang alami : dengan N. mikei
     Habitat        : Hutan lumut dan hutan pegunungan dataran tinggi pada ketinggian 2.400-2.900 m dpl.
     Status          : Genting
     Jenis dataran tinggi ini ditemukan di Gunung Bandahara, Aceh. Memiliki hubungan dekat dengan
     N. singalana.

8.  Nepenthes dubia Danser
     Silang alami : dengan N. singalana
     Habitat        : Hutan pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi (1.000-2.700 m dpl)
     Status          : Kritis
     Jenis ini banyak ditemukan di Sumatera Barat, memiliki bentuk kantong yang unik (seperti
     kloset duduk). N. dubia memiliki hubungan dekat dengan N. inermis yang memiliki bentuk
     kantong hampir serupa. Umumnya hidup sebagai efifit pada tajuk-tajuk pohon dihutan
     lumut atau terestrial di semak-semak tempat terbuka.

9.  Nepenthes custachya Miq
     Silang alami : dengan N. albomarginata, N. longifolia, dan N. sumatrana
     Habitat        : Bukit-bukit yang terjal dan terbuka pada substrat tanah berbatu pasir pada
                           ketinggian (0-1.600 m dpl)
     Status          : Terkikis
     Jenis yang tergolong endemik Sumatera ini memiliki bentuk kantong atas dan bawah hampir
     sama dan tidak memiliki sayap. Jenis ini  mirip dengan N. alata dari Filipina.

 10. Nepenthes gracilis Korth
      Silang alami : dengan N. ampullaria, N. mirabilis, N. rafflesiana, dan N. reinwardthiana
      Habitat        : Hutan dataran rendah, hutan rawa gambut, hutan kera-ngas, vegetasi pinggir
                            sungai pada ketinggian 0-1.100 m dpl)
      Status          : Terkikis
      Jenis ini memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang lebih tinggi dibanding
      jenis lainnya. Mampu hidup di berbagai habitat dan jenis tanah. Oleh karena itu, jenis ini
      memiliki daerah penyebaran yang cukup luas.

11. Nepenthes inermis Danser
      Silang alami : dengan N. spathulata, N. talangensis
      Habitat        : Efifit di hutan lumut, terestrial di hutan pegunungan da-taran tinggi
                            (1.500-2.600 m dpl)
      Status          : Terkikis
      Jenis ini termasuk jenis endemik Sumatera. Memiliki bantuk kantong yang mirip
      dengan N. dubia. Kantong roset dan kantong bawah jarang ada.

12. Nepenthes jacqvelineae C. Clorke, T. Davis dan Tamin
      Silang alami : Belum diketahui
      Habitat        : Efifit atau terestrial di hutan lumut (1.700-2.200 m dpl)
      Status          : Belum diketahui
      Jenis ini baru ditemukan pada tahun 2000 oleh T. Davis. Merupakan jenis endemik
      Sumatera dan baru diketahui penyebarannya di
      Sumatera Barat dan memiliki hubungan dekat dengan N. inermis.

13. Nepenthes mirabilis (Lour) Druce
      Silang alami : dengan N. ampullaria, N. bicalcarata, N. gracilis, N. fafflesiana, dan N. spathulata
      Habitat        : Hidup di tempat-tempat terbuka pada tebing-tebing di pinggir jalan,
                            pinggir sungai, pinggir hutan sekunder, pinggir danau. Pada umumnya tumbuh
                            di tanah podsolik merah. Penyebarannya pada ketinggian 0-1.500 m dpl, tetapi
                            umumnya pada ketinggian di bawah 500 m dpl.
      Status          : Terkikis
      Jenis ini memiliki daya adaptasi lebih tinggi daripada N. gracilis dan jenis lainnya. Oleh karena itu,
      jenis ini dapat hidup di berbagai habitat pada tempat-tempat yang basah maupun kering.
      Jenis ini menyebar luas di Asia Tenggara.

14. Nepenthes pectinata Danser
      Silang alami : Belum diketahui
      Habitat        : Hutan dataran tinggi, hutan lumut (950-2.750 m dpl)
      Status          : Terkikis

15. Nepenthes rafflesiana Jack
      Varietas       : alata, ambigua, elongate, glaberrina, insignis, minor, nigcopurpurea, nivea, dan typical
      Silang alami : dengan N. ampullaria, N. bicalcurata, N. gracilis, N. mirabilis
      Habitat        : Tumbuh di tempat-tempat terbuka atau pun ternaungi yang basah atau kering seperti
                            hutan rawa gambut dan hutan kerangas (0-1.200 m dpl)
      Status          : Terkikis
      Di antara marga Nepenthes, jenis ini memiliki ukuran kantong cukup besar, kantong bawah dapat
      menampung air hingga satu liter.

16. Nepenthes reinwardtiana Miq
      Varietas       : samarindensis
      Silang alami : dengan N. albomarginata, N. ampullaria, N. gracilis, N. spathulata, N. tobaica,
                            N. sterophylla, N. hispida, N. makrovulgaris.
      Habitat        : Hutan rawa gambut, hutan kerangas, hutan dataran rendah, hutan lumut,
                            (0-2.100 m dpl)
      Status          : Terkikis
      Dua spot mata di dalam dinding kantong di bawah permukaan mulut kantong merupakan
      ciri utama dari jenis ini. Namun tidak semua kantong memiliki dua spot mata.

17. Nepenthes spathulata Danser
      Silang alami : dengan N. inermis, N. mirabilis, N. reinwardtiana, N. tobaica
      Habitat        : Hidup efifit atau terestrial di hutan lumut dan hutan pegunungan dataran tinggi
                            (1.100-2.900 m dpl)
      Status          : Kritis
      Jenis ini mirip dengan N. singalana. Penyebarannya cukup luas di hutan pegunungan dataran
      rendah di Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Jambi.

18. Nepenthes sumatrana (Miq) Beck
      Silang alami : dengan N. custochya
      Habitat        : Dataran rendah pada tanah berbatu pasir (0-800 m dpl)
      Status          : Kritis
      Jenis ini ditemukan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jambi. Hidup terestrial di tempat
      yang ternaungi pada hutan dataran rendah dengan substrat tanah berbatu pasir.
      Sering dijumpai sampai di tajuk pohon.

19. Nepenthes tobaica Denser
      Silang alami : dengan N. ampullaria, N. reinwardtiana, N. spathulata
      Habitat        : Hutan pegunungan (380-2.750 m dpl)
      Status          : Terkikis
      Kata tobaica diambil dari nama danau Toba di Sumatera Utara yang merupakan tempat
      pertama kali ditemukan.

20. Nepenthes xhooveriana
      Jenis ini merupakan silangan alami dari N. ampullaria dan N. rafflesiana.
      Kantong bawahnya mirip dengan N. ampullaria tetapi
      penutup kantong bawanhnya mirip dengan N. rafflesiana.

21. Nepenthes xtrichocarpa
      Jenis ini merupakan hasil silangan antara N. ampullaria dengan N. gracilis.
      Bentuk dan ukuran kantong mirip dengan N. gracilis tetapi
      bentuk mulut dan bibir mirip N. ampullaria.

22. Nepenthes xneglecta
      Jenis ini merupakan silangan alami dari N. gracilis dengan N. mirabilis.
      Umumnya bentuk kantong mirip dengan N. gracilis tetapi
      kurannya lebih besar. Ukuran daun lebih panjang daripada N. gracilis,
      pinggiran daun tidak berbulu/bergigi. Bentuk batang silindris
      tidak seperti N. gracilis yang memiliki bentuk batang segitiga.

Sebenarnya masih banyak lagi jenis silangan alami lainnya. Sekitar 71 jenis silangan alami yang telah ditemukan di Sumatera, Semenanjung Malaysia, dan Borneo (Mansur, 2006), tapi hanya tiga jenis saja yang populer di Sumatera (N. xhooveriana, N. xtrichocarpa, dan N. xneglecta).


Nepenthes sp. DI PULAU SINGKEP

Hasil penelitian awal di Pulau Singkep dijumpai dua jenis Nepenthes yaitu Nepenthes gracilis dan variannya Nepenthes sumatrana, tumbuh di berbagai habitat mulai lahan semak belukar dan hutan rawa gambut di dataran rendah sampai perbukitan. Karena habitatnya yang memadai penyebara Nepenthes sumatrana begitu meluas yang menghampar di lantai hutan hingga merayap di tajuk-tajuk pohon.


Nepenthes gracilis berwarna hijau endemik Pulau Singkep


Nepenthes gracilis berwarna coklat endemik Pulau Singkep
Nepenthes sumatrana  endemik Pulau Singkep
Nepenthes sumatrana  endemik Pulau Singkep

Nepenthes sumatrana  endemik Pulau Singkep
Nepenthes sumatrana  endemik Pulau Singkep
Keberadaannya saat ini cukup baik karena kebanyakan masyarakat di Pulau Singkep bermatapencaharian sebagai nelayan sehingga akses pembukaan lahan hutan relatif terbatas, namun akhir-akhir ini sejalan dengan maraknya investor pertambangan bijih besi, bijih bauksit dan bijih timah serta perkebunan yang masuk ke wilayah ini .... keberadaan habitat Nepenthes menjadi sangat menghawatirkan. Pembukaan hutan oleh masyarakat demikian intensif terutama di wilayah KP Eksplorasi Perusahaan pertambangan dan akan menjadi-jadi manakala kegiatan pertambangan berlangsung yang berdasarkan wilayah KP Eksplorasi yang ada hampir meliput seluruh wilayah Pulau Seingkep.


Beginilah Habitat Nepenthes sp berupa Hutan Hujan Tropis Pulau Kecil Singkep 
Dibuka dan Dibakar Untuk Perkebunan Karet


Beginilah Habitat Nepenthes sp berupa Hutan Hujan Tropis Pulau Kecil Singkep 
Dibuka dan Dibakar Untuk Area Pertambangan Bijih Besi


 

Beginilah Habitat Nepenthes sp berupa Hutan Hujan Tropis Pulau Kecil Singkep 
Dibuka dan Dibakar Untuk Area Pertambangan Bijih Besi


ANCAMAN

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan kajian literatur, potensi ancaman terhadap kelangsungan hidup Nepenthes sp. di Sumatera lebih banyak berasal dari gangguan manusia. Aktivitas masyarakat di sekitar habitat alami yang dapat mengganggu keberadaan Nepenthes sp. antara lain berupa kegiatan mencari kayu meskipun secara tidak langsung dapat mengganggu Nepenthes sp. karena dapat tertimpa pohon yang ditebang atau tercabut secara tidak sengaja, sertakemungkinan tanaman mati karena ingan tempat tanaman ini terpotong/ditebang (Kunarso dan Fatahul A., 2006).

Selain aktivitas tersebut, pola pembukaan ladang dengan sistem sonor (dibakar) yang umum dilakukan di Sumatera juga dapat mengganggu kehidupan Nepenthes sp. di habitat alaminya. Pembukaan lahan atau konversi hutan dalam skala kecil maupun besar dengan cara tradisional maupun modern yang dilakukan oleh masyarakat maupun perusahaan juga mengancam keberadaan jenis ini dan
jenis flora lainnya.

Ancaman terbaru yang masuk belakangan ini adalah pengeksploitasian terhadap Nepenthes sp. oleh masyarakat untuk kepentingan bisnis. Eksploitasi yang tidak memperhatikan kaidah ekologi-konservasi tentu akan mempercepat kepunahan Nepenthes sp. di habitat alaminya. Banyak pedagang di Sumatera yang menjual jenis ini yang bukan dari hasil tangkaran atau budidaya tetapi dari hasil cabutan alam. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pedagang, pada umumnya para pedagang ini tidak mengetahui status Nepenthes sp. yang mereka jual. Mereka hanya mengambil langsung dari alam dan menjualnya dengan harga murah sekitar Rp 25.000,- sampai Rp 100.000,- /tanaman, bahkan ada yang menjual Rp 10.000,-/tanaman yang diambil dari habitat alaminya (sistem pesan banyak tanpa pot). Hal ini sangatlah memprihatinkan mengingat populasi Nepenthes sp. di alam yang sudah semakin sedikit.

Sementara itu bahaya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi hampir setiap tahun juga menjadi ancaman besar bagi kelangsungan hidup dari Nepenthes sp., khususnya jenis yang ada di hutan rawa gambut karena tipe hutan seperti ini sangat rawan terhadap kebakaran. Kebakaran pada lahan rawa gambut tergolong dalam tipe kebakaran bawah (ground fire). Nugroho et al. (2005) menyatakan bahwa pada kebakaran dengan tipe ground fire, api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan karena tidak dipengaruhi oleh angin. Tipe kebakaran seperti ini mengancam akar-akar vegetasi yang ada di atasnya dan dapat menyebabkan kematian vegetasi tersebut.

UPAYA KONSERVASI

Populasi kantong semar di alam diprediksikan akan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya : kebakaran hutan, penebangan kayu secara eksploitatif, pengembangan pemukiman, pertanian, perkebunan dan pertambangan serta eksploitasi yang berlebihan untuk tujuan komersil (Mansur, 2006). Hutan rawa gambut di Sumatera dan Kalimantan sebagai salah satu habitat alami kantong semar, hampir setiap tahun mengalami kebakaran. Konversi lahan hutan untuk pengembangan pemukiman, pertanian, perkebunan dan pertambangan menjadi suatu hal yang harus dilakukan seiring dengan semakin bertambahnya populasi penduduk. Hal ini pulalah yang ditengarai sebagai penyebab makin berkurangnya habitat kantong semar di alam.

Apabila hal ini terus menerus dibiarkan tanpa adanya upaya penyelamatan ancaman kepunahan kantong semar di alam tinggal menunggu waktunya. Untuk itu diperlukan usaha konservasi, baik in-situ maupun ex-situ dengan cara budidaya dan pemuliaan.

Konservasi in-situ merupakan upaya pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar di dalam kawasan suaka alam yang dilakukan dengan jalan membiarkan agar populasinya tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya. Upaya konservasi in-situ ini dikatakan paling  efektif, karena perlindungan dilakukan di dalam habitataslinya, sehingga tidak diperlukan lagi proses adaptasi bagi kehidupan dari jenis tumbuhan dan satwa liar tersebut ke tempat yang baru (Nurhadi, 2001 dalam Sudarmadji, 2002). Namun demikian, suatu kelemahan akan terjadi jika suatu jenis yang dikonservasi secara in-situ tersebut memiliki penyebaran yang sempit; kemudian tanpa diketahui terjadi perubahan habitat, maka akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup jenis tersebut; begitu pula jika di daerah tersebut terjadi bencana atau kebakaran, dapat dipastikan seluruh jenis yang terdapat di dalamnya akan terancam musnah dan tidak ada yang dapat dicadangkan lagi. Oleh karena itu, selain upaya konservasi in-situ perlu dilengkapi dengan upaya konservasi ex-situ (Nurhadi, 2001 dalam Sudarmadji, 2002).

Upaya konservasi ex-situ merupakan upaya pengawetan jenis di luar kawasan yang dlakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa liar. Kegiatan konservasi ex-situ ini dilakukan untuk menghindari adanya kepunahan suatu jenis. Hal ini perlu dilakukan mengingat terjadinya berbagai tekanan terhadap populasi maupun habitatnya (Nurhadi, 2001 dalam Sudarmadji, 2002). Hal lain yang tidak kalah penting ialah penyebarluasan informasi mengenai Nepenthes sp. itu sendiri kepada masyarakat umum agar mereka mengetahui keberadaan populasi, status jenis, dan status hukum yang melindungi tanaman dari kepunahan. Upaya ini harus disertai dengan disiplin tinggi dari penerapan hukum bagi ancaman-ancaman yang ada terhadap kelangsungan hidup Nepenthes sp.

PENUTUP

Lahan hutan di Sumatera, memiliki kekayaan berupa keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk dikembangkan, baik secara ekologis maupun ekonomis. Salah satu potensi yang ada adalah keberadaan Nepenthes sp. yang merupakan tanaman unik dan dilindungi keberadaannya. Nepenthes sp. belakangan ini semakin diminati sebagai tanaman hias komersil oleh masyarakat. Selain itu tumbuhan Nepenthes sp. juga dapat digunakan sebagai tanaman obat. Karena potensinya tersebut, tumbuhan ini justru menjadi terancam keberadaannya akibat eksploitasi oleh orang-orang yang ingin mengejar profit dengan menjualnya sebagai tanaman hias tanpa memperhatikan kelestarian ekologisnya. Selain itu, konversi lahan hutan di Sumatera, kebakaran hutan dan perambahan liar juga turut menambah ancaman keberadaan tumbuhan unik ini di habitat aslinya.

Keberadaan Nepenthes sp. di hutan Sumatera semakin terancam keberadaannya dari tahun ke tahun. Untuk mencegah hal itu terjadi, perlu upaya konservasi, baik secara in-situ mapun ex-situ yang harus segera dilakukan. Selain itu perlu diadakan studi dan penelitian lebih lanjut mengenai Nepenthes sp. yang ada di hutan Sumatera untuk kemudian dipublikasikan kepada stakeholders terkait khususnya kepada masyarakat luas agar menyadari pentingnya keberadaan Nepenthes sp., baik dari sisi ekologis maupun ekonomisnya. Dengan upaya tersebut diharapkan mereka dapat berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan dan kenakeragaman hayati yang ada di dalamnya.



DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2005. Buku : Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2005.
Departemen Kehutanan RI. http : // www.dephut.go.id.
Anonimus. 2006. Nepenthes. Wikipedia, the Free Encyclopedia. http //www.wikipedia.com.
Firstantinovi, E.S. dan Karjono. 2006. ”Kami Justru Mendorong...”. Artikel Majalah Trubus Edisi 444 November 2006/XXXVII. Hal 21.
Kunarso, A., Fatahul A. 2006. Nepenthes gracilis di Lahan Rawa Gambut Pedamaran, Tanaman Unik yang Semakin Terancam. Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang. Departemen Kehutanan (dalam proses publikasi).
Mansur, M. 2006. Nepenthes, Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya. Jakarta
Nugroho A., W.C., IN.N Suryadiputra, Bambang Hero Saharjo dan Labueni Siboro. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International– Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.
Sudarmadji. 2002. Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Konservasi Sumberdaya Alam Hayati di Era Pelaksanaan Otonomi Daerah.
http://www.unej.ac.id/Fakultas/mipa/vol 3.no_1/sudarmadji.pdf.
Witarto, A.B. 2006. Protein Pencerna di Kantong Semar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. http://www.lipi.go.id.

4 komentar:

  1. Nepenthes tumbuhan dengan unsur hara yg rendah bukannya masih mampu hidup di lahan pasca pertambangan!
    menurut anda?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sebagai tanaman pioneer di tempat-tempat terbuka bekas kegiatan pertambangan yang miskin hara tumbuhan ini bisa tumbuh terutama dari jenis-jenis yang kecil ...............sayapun banyak menemukannya di bekas-bekas penambangan bauksit di kepulauan riau, timah bangka blitung dan batu bara di kaltim dan kalsel ...... hanya saja kalau yang ditemukan di hutan pertumbuhannya relatif lebih baik dengan daun dan bunga yang lebih besar

      Hapus
  2. ok flora di negara kita memang mantap ya ...... mari kita konservasi ...... sebagai tanaman yang dilindungi atau diintroduksi untuk aneka keperluan

    BalasHapus
  3. tulisan saya neh... next time cantumkan sumbernya ya coy

    BalasHapus