mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)
Dunia tanaman obat kini kedatangan pendatang baru yang lumayan
hebat. Mahkota dewa namanya. Ia bisa membuat penderita penyakit ringan
macam gatal-gatal, pegal-pegal, atau flu, hingga penyakit berat seperti
kanker dan diabetes,merasakan kesembuhan.
Mengetahui khasiat tumbuhan satu ini, mungkin Anda segera berminat
menanamnya. Betapa tidak. Tanaman ini ternyata punya khasiat luar biasa.
Ia bisa menyembuhkan gangguan kesehatan dari yang ecek-ecek hingga yang
nyaris tak ada harapan sembuh. Kalau cuma pegal-pegal, sehari dua hari
bakal hilang. Flu? Wah, itu tugas yang juga bisa dibereskan dalam sehari
dua hari. Diabetes pun bakal takluk dalam beberapa bulan.
Bagaimana dengan kanker? Meski butuh waktu bulanan, tanaman ini pun
sanggup melawannya sampai titik darah penghabisan. Paling tidak itu
berdasarkan pengalaman empiris banyak orang, termasuk yang merasa sembuh
dari penyakit pada organ hati atau jantung, hipertensi, rematik, serta
asam urat.
Untuk mengolahnya jadi obat pun sangat gampang. Cuma dengan menyeduh
teh racik terbuat dari kulit dan daging buah, cangkang buah, atau
daunnya, bahan obat alami ini pun siap dipakai. Kalau enggak menghendaki
rasa pahitnya, kita bisa sedikit bersusah payah mengolahnya menjadi
ramuan instan. Rasanya ditanggung lebih sedap tanpa mengurangi khasiat.
Itulah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Tanaman yang kabarnya
berasal dari daratan Papua ini di Jawa Tengah dan Yogyakarta dijuluki
makuto dewo, makuto rojo, atau makuto ratu. Orang Banten menyebutnya
raja obat, karena khasiatnya bisa menyembuhkan berbagai penyakit.
Sementara, orang-orang dari etnik Cina menamainya pau yang artinya obat
pusaka.
Dari alergi hingga kanker
Sebagian orang mungkin pernah sekadar melihatnya, sebagian lagi
mendengar namanya pun tidak pernah. Wajar bila selama ini sangat sedikit
orang tahu mahkota dewa. Apalagi khasiatnya. Bahkan, di banyak lembaga
penelitian yang menangani tumbuhan berkhasiat obat belum ditemukan hasil
penelitiannya. Sampai saat ini, setidaknya baru dr. Regina Sumastuti
dari Jurusan Farmakologi, Universitas Gadjah Mada yang telah
menelitinya. Itu pun masih terbatas pada pengujian terhadap efek
antihistamin atau antialergi. Padahal, kalangan keraton Solo dan
Yogyakarta telah lama mengenalnya dan memanfaatkannya sebagai tanaman
obat. Beruntung, lama-lama manfaat luar biasa ini bocor ke kalangan
awam.
Sekarang, tanaman ini seakan turun dari langit sebagai dewa
penyelamat orang sakit. Berbagai kesaksian dikemukakan mereka yang telah
merasakan khasiatnya. Dalam buku Mahkota Dewa Obat Pusaka Para Dewa
karya Ning Harmanto, ketua Kerukunan Wanita Tani Bunga Lily, yang
menekuni pengobatan dengan mahkota dewa, ada 26 orang yang mengakui
keampuhannya atau ditulis berhasil sembuh dari sakitnya berkat mahkota
dewa.
Di antara mereka adalah Tuti Ariestyani Winata, yang setelah
menjalani operasi pengangkatan kista di rahim, mengalami kemunduran
kondisi tubuh. Badannya kurus, perutnya membuncit seperti sedang hamil
tua, jari-jari kakinya menggemuk, tekanan darahnya naik-turun, dan
Hb-nya sangat rendah.
Beberapa dokter yang dikunjunginya memberikan diagnosis berbeda. Ada
yang mendiagnosisnya menderita kanker hati, sirosis hati, dan ada pula
yang menyatakan dia menderita hepatitis kronis. Tak kunjung memperoleh
kepastian penyakit yang dideritanya, atas saran Ning, Tuti akhirnya
mengonsumsi air rebusan daging buah mahkota dewa. Setelah enam bulan,
Tuti merasa sembuh dan kondisi tubuhnya membaik kembali.
Selain Tuti, Diana yang berdomisili di Bekasi menyatakan berhasil
sembuh dari penyakit kanker di payudara kanannya setelah menjalani
operasi dua kali lagi untuk membersihkan kanker di payudara kirinya.
Anna Winata di Bogor dan Retno di Bekasi juga merasakan sehat kembali
dari sakit kanker rahim berkat mahkota dewa. Ny. Parlan di Balikpapan
pun berhasil menormalkan kadar gula darahnya berkat tumbuhan obat ini.
Masih banyak lagi contoh keberhasilan yang lain. Sayangnya, yang tidak
berhasil tidak pernah terungkap, sehingga tidak bisa diketahui penyakit
apa yang tidak mampu dilawan tanaman berbuah merah menyala ini.
Selama ini daun dan buah mahkota dewa dimanfaatkan masyarakat
Indonesia, khususnya di Jawa, sebagai obat penyakit kulit, gatal-gatal,
dan eksim. Penyakit tersebut ditandai dengan gejala gatal-gatal,
pertanda adanya alergi terhadap agen tertentu yang mendorong sel-sel
tubuh mengeluarkan histamin.
Soal kemampuan melawan penyakit kulit ini Sumastuti sudah
membuktikannya. Dari penelitian secara in vitro menggunakan usus halus
marmot, diketahui, memang benar daun dan buah mahkota dewa mempunyai
efek antihistamin. Artinya, tanaman tersebut secara ilmiah bisa
dipertanggungjawabkan penggunaannya sebagai obat gatal-gatal akibat
gigitan serangga atau ulat bulu, eksim, dan penyakit lain akibat alergi.
Penelitian lain masih kita tunggu untuk membuktikan khasiat luar
biasa seperti yang dirasakan beberapa orang di atas. Namun, cerita dari
mulut ke mulut rupanya sudah membuat orang, terutama yang sakit berat
dan umumnya hampir putus harapan, percaya. Maka, orang pun mulai
beramai-ramai mencari bagian berkhasiat mahkota dewa. Tak sedikit yang
mencoba menanamnya di pekarangan rumah. Bahkan, ada yang melihat wabah
ini sebagai peluang usaha untuk membudidayakan dan mengolahnya menjadi
produk ramuan obat tradisional atau jamu dengan berbagai bentuk.
Dijadikan teh
Menanam mahkota dewa memang bukan perkara sulit. Tumbuhan, yang bisa
hidup baik pada ketinggian 10 – 1.000 m dpl., ini bisa ditanam dari biji
atau hasil cangkokan. Meski penanamannya bisa di dalam pot atau
langsung di tanah, pertumbuhannya akan lebih baik bila ditanam di tanah.
Tanaman dari biji biasanya sudah berbuah pada umur 10 – 12 bulan. Yang
berasal dari cangkokan, mestinya berbuah lebih cepat.
Buah inilah bagian yang paling banyak digunakan sebagai obat alami,
di samping daun dan batang. Dari ketiga bagiannya, yakni kulit dan
daging buah, cangkang (batok biji), serta biji, yang dimanfaatkan
umumnya kulit dan daging buah serta cangkangnya. Buah muda berwarna
hijau dan yang tua berwarna merah cerah.
Khasiat buah muda dan tua sama saja, jelas Ning. Sayang, senyawa apa
yang terkandung dalam bagian-bagian buah, masih belum terungkap secara
detil. Cuma, Hutapea dkk. (1999), seperti dikutip Sumastuti, menyatakan,
dalam daun dan kulit buah makuto dewo terkandung senyawa saponin dan
flavonoid, yang masing-masing memiliki efek antialergi dan antihistamin.
Ning menulis, dalam keadaan segar, kulit dan daging buah muda mahkota
dewa terasa sepet-sepet pahit. Sedangkan yang sudah tua sepet-sepet
agak manis. Jika dimakan segar akan menimbulkan bengkak di mulut,
sariawan, mabuk, bahkan keracunan. Apa penyebabnya, belum diketahui
dengan pasti. Karenanya, tidak dianjurkan untuk mengonsumsinya dalam
keadaan segar.
Cangkangnya memiliki rasa sepet-sepet pahit, lebih pahit dari kulit
dan daging buah. Bagian ini juga tidak dianjurkan untuk dikonsumsi
langsung karena dapat mengakibatkan mabuk, pusing, bahkan pingsan.
Namun, setelah diolah, bagian ini lebih mujarab ketimbang kulit dan
daging buah. Ia dapat mengobati penyakit berat macam kanker payudara,
kanker rahim, sakit paru-paru, dan sirosis hati.
Ada alasan mengapa biji mahkota dewa tidak dikonsumsi. �Bijinya
sangat beracun. Kalau mengunyahnya, kita bisa muntah-muntah dan lidah
mati rasa,� tambah Ning. Karenanya, bagian ini cuma digunakan sebagai
obat luar untuk penyakit kulit.
Sudah tentu untuk menjadikan daging buah atau cangkangnya sebagai
obat, perlu pengolahan terlebih dulu. Bisa dijadikan buah kering, teh
racik, atau ramuan instan. Namun, yang sering dilakukan adalah dengan
menjadikannya teh racik dan ramuan instan.
Bagian lain yang bisa dijadikan obat adalah batang dan daun. Menurut
Ning dalam bukunya, batang mahkota dewa secara empiris bisa mengobati
kanker tulang. Sedangkan daunnya bisa menyembuhkan lemah syahwat,
disentri, alergi, dan tumor. Cara memanfaatkan daun adalah dengan
merebus dan meminum airnya.
Jangan kaget. Begitu minum ramuan mahkota dewa, kita segera merasakan
serangan kantuk. Efek ini normal. Efek lainnya adalah mabuk. Untuk
menghilangkan efek ini dianjurkan untuk minum air lebih banyak. Untuk
konsumsi selanjutnya, takaran mahkota dewa perlu dikurangi. Jika masih
tetap mabuk, sebaiknya untuk sementara hentikan dulu. Di samping efek
buruk tadi ternyata masih ada efek baik-nya. Psst … kadang-kadang kaum
pria ada yang libidonya meningkat, bisik Ning.
Menurut Ning, dalam proses menyembuhkan penyakit dalam atau penyakit
serius macam kanker rahim, setelah pasien mengonsumsi seduhan mahkota
dewa badannya bisa merasakan panas-dingin, bahkan kadang kala
mengeluarkan gumpalan darah berbau busuk. Ini merupakan proses
pembersihan penyakit, tulis Ning.
Penggunaannya bisa dalam bentuk ramuan tunggal bisa pula ramuan
campuran. Pencampuran dengan tumbuhan obat lain dimaksudkan untuk
memperkuat khasiatnya dan menetralisir racun. Juga untuk mengurangi rasa
tidak enaknya, tutur Ning, yang mengaku sering melayani resep yang
ditulis beberapa dokter.
Upaya penyembuhan menggunakan ramuan mahkota dewa, menurut Ning,
tidak bisa cepat membuahkan hasil. Pengobatannya perlu dilakukan
beberapa kali. Bahkan untuk penyakit berat yang kronis perlu waktu lama.
Yang perlu diperhatikan adalah takaran penggunaannya mesti tidak
melebihi yang dianjurkan. Kalau takarannya berlebih, pengaruh yang tidak
diinginkan bisa muncul.
Mesti diingat, wanita hamil muda dilarang mengonsumsi mahkota dewa.
Seperti dikutip Ning, Sumastuti juga telah membuktikan mahkota dewa
mampu berperan seperti oxytosin atau sintosinon yang dapat memacu kerja
otot rahim sehingga memperlancar proses persalinan. Ini bisa
membahayakan kehamilan yang masih muda.
Yang tak kalah penting, pesan Ning, dalam menggunakan ramuan mahkota
dewa kita dianjurkan menyugesti atau menyakinkan diri bahwa ramuan ini
manjur, berdoa untuk kesembuhan kita, dan tetap mengunjungi dokter untuk
mengetahui perkembangan kesehatan kita.@ (I Gede Agung Yudana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar