Pulau-danau Satonda, Laut Flores: Hanya Satu dari Lima Tempat di Bumi
…menyelam ke kedalaman Danau Satonda ibarat “time tunnel” yang menghubungkan saat Resen dengan Kurun PraKambrium, sebuah perjalanan waktu 2500 juta tahun….
Beberapa kawan ingin saya bercerita tentang keunikan sebuah pulau dan danau volkanik bernama “Satonda” di Laut Flores, sebelah utara Sumbawa. Hampir lima tahun yang lalu, Desember 2008, saya bersama rekan-rekan geologist dan geophysicist mengunjunginya untuk sebuah penelitian terkait hidrokarbon. Banyak rekan lainnya yang meminta saya menemani mereka pergi ke sana, sayang saya belum punya cukup waktu luang. Beginilah cerita singkat keunikan danau tersebut.
DANAU SATONDA: KAWAH VOLKANIK BERAIR LAUT EKSTREM
Satonda adalah nama sebuah pulau volkanik nonaktif yang merupakan gunungapi satelit/parasit Gunung Tambora, Sumbawa. Laut Flores mengelilinginya. Di tengah pulau ini terdapat sebuah danau kawah volkanik yang berisi air asin. Danau ini telah kehilangan atau hampir tak punya lagi akses ke laut di sekelilingnya, sehingga danau ini dicirikan oleh salinitas, alkalinitas, Ph air danau, dan kejenuhan mineral karbonat yang lebih tinggi daripada laut sekelilingnya.
Kondisi ekstrem tersebut telah menyebabkan ikan-ikan laut pada umumnya tidak dapat hidup di danau Satonda. Meskipun demikian, sejenis struktur pertumbuhan mirip terumbu hasil simbiosis antara mikroba (alga biru-hijau/ bakteri) dengan sedimen karbonat dan volkanik ditemukan berlimpah di sekeliling danau, baik yang sudah mati maupun yang masih hidup sampai kedalaman tertentu. Struktur terumbu seperti ini dikenal sebagai “stromatolit”.
Dalam evolusi planet Bumi, stromatolit terkenal sebagai struktur organik yang mendominasi lautan pada Kurun Pra-Kambrium sampai Masa Paleozoikum Bawah, sekitar 2500 – 400 juta tahun yang lalu. Bagaimana stromatolit ditemukan masih hidup sampai sekarang di Danau Satonda, itu diperkirakan karena lingkungan Danau Satonda pada masa kini mirip kondisi lautan pada 2500-400 juta tahun yang lalu.
Danau Satonda semula adalah dua kawah volkanik yang saling berhubungan, yang diperkirakan terbentuk pada sekitar 10.000 tahun yang lalu. Pada suatu masa, ke arah selatan, dinding kawahnya pernah runtuh sehingga air laut yang mengelilinginya masuk ke dalam kawah. Lalu pada masa-masa berikutnya, beberapa periode tektono-volkanik telah mengangkat dan mengendapkan piroklastika baru. Kegiatan-kegiatan ini kemudian menutup jalan keluar air danau sehingga air laut terperangkap di dalamnnya. Sejak itu, secara fisika-kimia air laut di dalam danau berubah menjadi berkondisi ekstrem yang mengakibatkan hanya struktur stromatolit yang dapat hidup.
Pada masa kini, diketahui hanya ada lima tempat di Bumi yang mempunyai kondisi ekstrem seperti lautan pada Pra-Kambrium – Paleozoikum Bawah, salah satunya adalah Danau Satonda. Karena itu, danau kawah Satonda merupakan laboratorium lapangan sangat penting bagi studi geologi dan evolusi biologi.
EVOLUSI STROMATOLIT DI BUMI
Ribuan-ratusan juta tahun sebelum hewan bersel banyak (metazoans) muncul, sekelompok organisme marin prokariotik diketahui telah mampu membangun struktur-struktur terumbu yang masif bernama stromatolit.
Stromatolit muncul untuk pertama kalinya pada suatu waktu antara Arkeum Tengah-Arkeum Akhir (sekitar 3000 Ma – juta tahun yang lalu atau 3 Ga – milyar tahun yang lalu). Menjelang awal Proterozoikum (2,5 Ga) mereka berkembang dalam lingkungan yang luas. Fosil stromatolit paling tua ditemukan di Zimbabwe baratdaya (2800-3100 Ma –Stokes et al., 1978). Pellant dan Phillips (1990) menyebutkan bahwa stromatolit dapat berkembang seawal 3800 Ma.
Stromatolit merupakan organisme pembangun terumbu yang dominan selama PraKambrium (meliputi Arkeum dan Proterozoikum) dan berlanjut sampai sekitar 600 Ma. Sejak itu, kemudian terjadi penurunan kelimpahan stromatolit (Fagerstorm, 1987). Stromatolit masih ditemukan sepanjang Paleozoikum, Mesozoikum, dan Tersier, dengan kelimpahan yang semakin menurun (Fagerstrom, 1987).
Di samping sebagai pembangun terumbu tingkat awal, stromatolit juga telah memainkan peranan penting dalam membentuk komposisi kimiawi atmosfer. Cyanobacteria pembentuk stromatolit adalah makhluk yang berfotosintesis. Seperti kita tahu, produk fotosintesis adalah oksigen. Maka, pembentukan stromatolit dengan sendirinya telah mengoksigenasi atmosfer awal Bumi dari miskin oksigen pada Arkeum dan Proterozoikum sampai mempunyai oksigen yang cukup. Dengan hadirnya oksigen, maka mulailah berkembang fauna-fauna bersel tunggal yang membutuhkan oksigen, diperkirakan itu terjadi pada pertengahan Proterozoikum (1500 Ma). Pada ujung Proterozoikum atau memasuki Kambrium, tingkat oksigen sudah 10 % daripada tingkatnya sekarang, yang memicu organisme metazoa marin berkembang (Gross, 1990).
Pada awal Kambrium, dalam evolusi makhluk hidup terjadi Ledakan Kambrium (Cambrian Explosion). Kalau tidak ada stromatolit tak adalah ledakan evolusi yang terkenal ini. Ini adalah ledakan kelimpahan fauna metazoa. Kelimpahan metazoa ini telah menciptakan persaingan, dan fauna prokariotik pembangun stromatolit terdesak, sehingga telah menurunkan perkembangan stromatolit secara signifikan.
STROMATOLIT DANAU SATONDA
Bahwa Indonesia memiliki stromatolit (Resen, saat kini) baru diketahui pada tahun 1984 oleh ekspedisi gabungan Indonesia-Belanda ke Indonesia Timur – “Ekspedisi Snellius II” (Tomascik et al., 1997; dan Monk et al., 1997.
Di tepi danau ini ditemukan sebaran luas terumbu gampingan stromatolit. Danau Satonda adalah danau kawah dengan luas 77 hektare dan kedalaman maksimum 69 meter. Publikasi utama tentang keberadaan stromatolit Satonda berasal dari Kempe dan Kazmierczak (1990) dan Kempe dan Kazmierczak (1993).
Penyelidikan menunjukkan bahwa stromatolit Satonda bermula pada 4000 tahun yang lalu dan merupakan stromatolit yang diproduksi oleh cyannobacteria. Pembentukan terumbu biogenik yang tidak biasanya ini dimungkinkan oleh kondisi hidrologi dan biogeokimia yang unik di danau kawah Satonda.
Secara hidrologi, danau ini mempunyai perlapisan massa air yang unik. Terbentuk chemocline (batas kimiawi oksigen dan H2S) yang tegas pada kedalaman 24-26 meter. Terumbu stromatolit Danau Satonda terbentuk melalui interaksi empat organisme pembangun terumbu. Kelompok organisme ini merupakan pengendap aragonit (mengandung magnesium seperti koral), yaitu coccoid cyanobacteria, alga koral merah Lithoporella sp., dan sekelompok foram nubecullinid. Di samping itu, terdapat kelompok spesies yang tidak berlimpah berupa alga merah gampingan mengerak Peyssonnelia sp. yang bahan rangkanya terutama terdiri atas kristal-kristal aragonit luar sel yang tidak terlalu terkompaksi.
Pembentukan stromatolit terumbu Satonda di Danau Satonda ditemukan terbatas pada lapisan permukaan sampai kedalaman batas oksigen/H2S (24-26 meter). Pembentukan terumbu terutama ditemukan dari permukaan sampai kedalaman 12 meter tempat bakteri biru-hijau berkembang secara dominan bersama alga karang (coralline algae) Lithoporella sp. dan alga dari genus Peyssonnelia yang kurang dominan.
Keterdapatan stromatolit Resen di Satonda dalam danau kawah yang alkalin mendukung hipotesis ”Soda Ocean” (Kempe dan Dagens, 1985) yang menyatakan bahwa laut PraKambrium bersifat alkalin dan sangat dijenuhi oleh mineral karbonat. Menurunnya alkalinitas laut dan kejenuhan karbonat dapat menerangkan lenyapnya stromatoporoids pada ujung Paleozoikum.
DANAU SATONDA: “TIME TUNNEL” DARI RESEN KE PRAKAMBRIUM
Saya dan seorang teman saat berkunjung ke danau ini memutuskan untuk menyelam guna melihat bagaimana stromatolit yang masih hidup berkembang di danau ini. Dan terlihatlah pemandangan yang serba primitif dan terus terang menakutkan. Semuanya hanya didominasi struktur-struktur stromatolit berwarna kuning kehijauan, dengan alga-alga yang melayang-layang. Semuanya satu warna, dan dingin, mungkin begitulah suasana lautan pada Kurun PraKambrium. Tidak lama kami menyelam sebab semua pemandangannya sama. Kami mengambil beberapa foto menggunakan kamera bawahair.
Setelah keluar dari Danau Satonda, dan kembali ke Laut Flores. Kami dan rombongan melakukan snorkeling di tempat dangkal. Dan terlihatlah pemandangan yang aduhai, khas kekayaan terumbu karang laut tropis, penuh dengan terumbu karang yang warna-warni dan banyak sekali jenis ikan-ikan karang yang juga warna-warni berenang-renang di sekitarnya. Penuh kehidupan. Padahal beberapa ratus meter sebelumnya, di Danau Satonda, kami hanya melihat kehidupan yang serba primitif.
Maka menyelam ke kedalaman Danau Satonda ibarat melakukan perjalanan waktu kembali ke masa ribuan juta tahun yang lalu, ke Kurun PraKambrium. Danau Satonda ibarat “time tunnel” yang menghubungkan saat Resen dengan Kurun PraKambrium, melintas waktu 2500 juta tahun.
Untungnya, Danau Satonda tak terlalu mudah untuk didatangi, sehingga semoga keunikannya tetap terjaga demi kekayaan khazanah alam Indonesia bagi kemajuan ilmu pengetahuan evolusi biologi dan geologi.
Hasil penelitian evolusi biologi dan geologi stromatolit Satonda telah saya dan kawan-kawan publikasikan di pertemuan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) 2009 dan analognya sebagai reservoir hidrokarbon dipublikasikan di pertemuan Indonesian Petroleum Association (IPA) 2010.
Tahun 2015, saya akan luangkan waktu ke sana lagi, sekaligus untuk memperingati 200 tahun letusan katastrofik Tambora 1815.
Oleh: Awang Harun Satyana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar